Aliansi Nano Jabar Tolak Gubernur Jawa Barat Terkait Politisasi Korban Pandemi Covid-19
BANDUNG, MP – Penolakan Aliansi Nano Jabar terhadap Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil terkait politisasi korban pandemi Covid-19, dituangkan dalam pernyataan sikap bersama yang ditandatangani oleh beberapa tokoh dari berbagai elemen masyarakat di Grand Kosamabi, Bandung pada Jum’at (22/10/2021).
Menurut Herry Mei Oloan, Ketua Presidium Nano Jabar, Gubernur Jabar Ridwan Kamil telah mempolitisasi pandemi Covid-19 dengan membangun Monumen Perjuangan Tenaga Kesehatan Covid-19 di seberang Lapangan Gasibu, Bandung.
Seharusnya, kata Herry, Ridwan Kamil memberikan perhatian lebih kepada korban Covid-19 dan keluarganya yang ditinggalkan daripada membangun monumen dengan menelan biaya milyaran rupiah.
“Terlalu prematur kalau sekarang membangun monumen perjuangan Covid-19 sekarang ini. Selain pemerintah pusat belum mencabut status darurat Covid, juga kita (Indonesia) masih terancam datangnya gelombang ketiga pandemi Covid-19,” ujar Herry, yang juga Ketua Pemuda Demokrat Indonesia.
Berikut pernyataan sikap Aliansi Nano Jabar yang ditandatangai oleh beberapa tokoh dari berbagai elemen di Jabar:
Pada tanggal 3 September 2021, Gubernur Jawa Barat (Jabar) mengumumkan kepada media massa akan dibangun Monumen Perjuangan Covid di seberang Lapangan Gasibu dan diharapkan akan diresmikan oleh Presiden RI, Joko Widodo.
Belakangan diakui oleh Gubernur Ridwan Kamil monument yang dimaksud adalah bangunan yang telah berdiri sebagai bagian dari Proyek Revitalisasi Kawasan Gasibu dengan nilai pagu Rp90 miliar dari APBD Jabar dan telah selesai pada Maret 2020.
Hal ini berarti bangunan yang diklaim Ridwan Kami! sebagai Monumen Perjuangan Covid-19 adalah bangunan yang telah direncanakan dan didirikan sebelum terjadinya musibah Covid-19.
Dalam keterngan tertulis Jumat (22/10/2021), berdasarkan penelusuran Tim Aliansi Nano, terungkap pula Proyek Revitalisasi di kawasan Lapangan Gasibu telah berlangsung sejak tahun 2015 di masa pemerintahan Gubernur Ahmad Heryawan. Kawasan Gasibu dalam hal ini meliputi Lapangan Gasibu dan Monumen Perjuangan (Monju) Rakyat Jawa Barat.
Revitalisasi Kawasan Gasibu ini sempat mengundang kontroversi dan berpotensi melanggar hukum karena diduga kuat terjadi duplikasi anggaran untuk satu kegiatan, yakni anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi Jabar dan anggaran yang bersumber dari dan CSR (Corporate Social Responsibility) Bank BJB maupun CSR dari swasta lainnya.
Rencana Ridwan Kamil mengutak-atik nama dan fungsi bangunan ini, menimbulkan problem hukum baik dari segi pengangaran maupun teknis bangunan.
Problematika hukum yang timbul adalah:
Status Bangunan Gedung
Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri PUPR No. 22 Tahun 2018, maka bangunan Gedung yang akan disebut sebagai MONUMEN PERJUANGAN COVID-19 tersebut masuk dalam katagori BANGUNAN GEDUNG NEGARA (BGN) dengan klasifikasi khusus, sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (5) huruf o, serta ketentuan sebagaimana diatur datam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021.
Sebagai Bangunan Gedung Negara (BCN) dengan Klasifikasi Khusus maka bangunan tersebut harus tunduk pada syarat-syarat administratif dan syarat teknis. Syarat administratif diantaranya adalah IMB serta dokumen perencanaan dan penganggaran. Sedangkan syarat teknis adalah menyangkut keandalan, fungsi, serta pengelolaan pasca konstruksi.
Penganggaran
Revitalisasi atas bangunan yang sebelumnya telah berdiri tidak bisa dilakukan serta merta tanpa melalui prosedur penganggaran yang telah di atur dalam PP No. 16 Tahun 2021 Tentang Bangunan Gedung.
Keberadaan bangunan yang telah berdiri sebagai bagian dari pelaksanaan pagu anggaran senilai 90 milyar pada tahun 2019, tidak bisa serta merta dilakukan pemugaran dan penggantian fungsi bangunan tanpa melalui dokumen perencanaan dan penganggaran yang baru.
Pasal 8 Peraturan Menteri PUPR Nomor 22 Tahun 2028 menyebutkan:
(1)Dokumen pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a berupa Daftar /Sian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA).
(2)Dokumen pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pembangunan Bangunan Gedung Negara harus dilengkapi dengan: a. rencana kebutuhan; b. rencana pendanaan; dan c. rencana penyediaan dana
(3)Dokumen pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan Oleh pejabat yang betwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain pelanggaran terhadap peraturan perundangan sebagaimana tersebut di atas, perlu ditelaah lebih lanjut apakah anggaran yang digunakan untuk mengubah nama bangunan menjadi Monumen Perjuangan Covid-19 menggunakan anggaran CSR serta melibatkan lembaga Iain di huar unsur Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Lembaga Iain yang patut disorot adalah Jabar Brgerak yang selama ini menjadi wadah pengumpulan dana CSR dari berbagai sumber swasta.
Selain masalah teknis administrasi dan penganggaran, ambisi Ridwan Kamil untuk ‘merekayasa’ bangunan yang sudah ada menjadi Monumen Perjuangan Covid-19, patut dipertanyakan legitimasi moralnya dengan alasan sebagai berikut:
1.Bahwa di kawasan tersebut telah berdiri Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat yang merupakan memori historis akan perjuangan rakyat merebut kemerdekaan, dengan demikian pendirian monument di atas monument akan mengaburkan peristiwa sejarah yang sesungguhnya mengenai pengorbanan fisik,materi, dan nyawa para pejuang kemerdekaan.
2.Bahwa lokasi gasibu tidak memiliki hubungan khusus (historis maupun psikologis) dengan peristiwa musibah wabah Covid-19. Lapangan Gasibu lebih memiliki hubungan dengan peristiwa refocusing anggaran Penanganan Covid-19 yang hingga saat ini masih menyisakan pertanyaan beşar mengenai pertanggungjawabannya oleh Gubemur Jawa Barat.
Pengorbanan para Nakes patut dikenang dan diabadikan di lokasi yang selama ini menjadi medan juang para Nakes Jawa Barat, yakni di Gedung-gedung rumah sakit serta di tempat-tempat pelaksanaan isolasi sepeği di kawasan Diklat BPSDM Provinsi Jawa Barat di Cipageran yang menjadi tempat isolasi para penderita Covid-19.
3.Kepedulian yang tulus dari Gubernur terhadap nasib Nakes yang berjibaku menolong korban covid-19 masih dipertanyakan dengan terjadinya keterlambatan pembayaran insentif nakes pada tahun 2020 maupun pada tahun 2021. Dengan demikian peresmian Monumen Perjuangan Covid-19 hanyalah basa-basi tanpa dilandasi pertanggungjawaban moral.
4.Hingga hari ini, perjuangan para nakes mengatasi wabah covid masih berlangsung dan belum ada pernyataan resmi dari otoritas yang berwenang bahwa wabah covid telah berakhir, maka pendirian monument merupakan tindakan yang terburu-buru, gegabah dan tidak beralasan.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka Peresmian Monumen Covid-19 beralasan untuk ditolak dan meminta Presiden RI Joko Widodo untuk mengabaikan permintaan Gubernur Jabar untuk meresmikan Monumen Covid-19.
Selain menolak gagasan tersebut, Aliansi Nano Jabar menyatakan sikap:
1.Mendesak Gubernur Ridwan Kamil untuk lebih mengutamakan insentif nakes dan kepedulian yang lebih nyata kepada keluarga korban Covid-19 dengan memberikan santunan kepada anak-anak yatim piatu akibat wabah covid-19.
2.Agar DPRD Provinsi Jabar mengevaluasi pengangggaran revitalisasi kawasan gasibu dan menelisik kemungkinan adanya duplikasi anggaran dalam proyek tersebut, serta melakukan dengan pendapat publik terhadap pendirian monument Covid-19 serta mengevaluasi seluruh rangkaian tindakan dan kebijakan gubernur jabar dalam penanganan pandemi Covid-19.
3.Agar DPRD Jabar berkordinasi dengan aparat penegak hükum dan instansi vertical pemerintahan manakala ditemukan pelanggaran atas kebijakan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
4.Meminta KPK untuk bertindak proaktif menyelidiki kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi dalam kegiatan Rehabilitasi Kawasan Gasibu yang dilanjutkan dengan pembangunan Monumen Perjuangan Covid-19 serta berupaya mencegah terjadinya korupsi sehingga Provinsi Jawa Barat tidak terjerumus lebih jauh dalam prestasi terkorup. ***